Skip to main content

Tafsir Ayat Ahkam (Al-A’raf: 204-206)


Makalah
Disusun Oleh : Febriyanti Sri Rejeki



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kitab suci bagi umat manusia yang memberi petunjuk kepada jalan yang benar. Al-Qur’an memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi manusia, baik secara pribadi maupun kelompok. Al-Qur’an juga menjadi tempat pengaduan dan pencurahan hati bagi yang membacanya. Al-qur’an ibarat lautan yang amat luas, dalam dan tidak bertepi, penuh dengan keajaiban dan keunikan tidak akan pernah sirna dan lekang ditelan masa dan waktu. Dengan demikian, untuk mengetahui dan memahami betapa dalam isi kandungan Al-qur’an diperlukan tafsir al-Qur’an.
Sebagai pedoman hidup untuk segala zaman, dan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Al-Qur’an adalah sumber dari segala sumber ajaran Islam. Al-qur’an merupakan kitab suci yang terbuka untuk dipahami, ditafsirkan dan di ta’wilkan dalam perspektif metode tafsir maupun perspektif dimensi-dimensi kehidupan manusia. Dari sinilah muncul ilmu-ilmu untuk mengkaji Al-qur’an dari berbagai aspeknya, termasuk didalamnya ilmu tafsir. Penafsiran terhadap al-qur’an mempunyai peranan yang sangat besar bagi kemajuan dan perkembangan umat Islam.
Oleh karena itu, dalam memaknai al-qur’an tidak bisa dipahami secara konstektual saja akan tetapi perlu adanya penafsiran ayat-ayat al-qur’an agar bisa memahami makna atau isi kandungan ayat al-qur’an secara baik dan sempurna. Dalam makalah yang singkat ini, penulis berusaha membahas tentang tafsir surah Al-A’raf ayat 204-206 yang nantinya akan dibahas lebih mendalam di bab selanjutnya.

















BAB II

PEMBAHASAN

A. Makna dan Mufrodat
Surah Al-A’raf berarti tempat tertinggi. Surah ini diturunkan sebelum surah Al-An’am dan merupakan surah ke-7 dalam urutan Al-qur’an. Terdiri dari 206 ayat dan tergolong surah makkiyah. Penamaan surah al-a’raf tersebut diambil dari kata Al-A’raf itu sendiri yang terdapat pada ayat ke-46 dalam surah tersebut. Kata al-a’raf bermakna tempat tertinggi yang berada pada batas antara surga dan neraka, yaitu tempat orang-orang yang belum dapat memasuki dan mereka dapat menyaksikan kehidupan orang-orang mukmin dalam surga dengan segala kenikmatan yang dianugrahkan kepada mereka, dan mereka juga melihat orang-orang kafir dalam neraka dengan segala penyiksaan yang diberikan kepada mereka.
Surat al-a’raf ayat 204-206:
وَإِذَا قُرِئَ ٱلۡقُرۡءَانُ فَٱسۡتَمِعُواْ لَهُۥ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ ٢٠٤وَٱذۡكُر رَّبَّكَ فِي نَفۡسِكَ تَضَرُّعٗا وَخِيفَةٗ وَدُونَ ٱلۡجَهۡرِ مِنَ ٱلۡقَوۡلِ بِٱلۡغُدُوِّ وَٱلۡأٓصَالِ وَلَا تَكُن مِّنَ ٱلۡغَٰفِلِينَ ٢٠٥ إِنَّ ٱلَّذِينَ عِندَ رَبِّكَ لَا يَسۡتَكۡبِرُونَ عَنۡ عِبَادَتِهِۦ وَيُسَبِّحُونَهُۥ وَلَهُۥ يَسۡجُدُونَۤ۩ ٢٠٦

Artinya: “ (204)Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (205) Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai (206) Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nya-lah mereka bersujud.”
Mufradat atau kosa kata yang terdapat dalam surah al-a’raf ayat 204 adalah (1.) Al-Istima’u berarti simaklah dalam tekun atau Al-Istima’(  menyimak), bersifat lebih khusus dari pada as-samu’ (mendengar), karena al-istima’ dilakukan dengan niat dan sengaja, yakni dengan mengarahkan indra pendengaran kepada pembicaraan untuk memahaminya. Sedangkan as-samu’ bisa terjadi tanpa sengaja, mendengar suara disekitarnya, yang terkadang suara itu di cerna dan terkadang berlalu begitu saja. (2). Al-Inshat, diam untuk mendengarkan sehingga tidak ada gangguan untuk merekam segala yang dibacakan.
Dalam ayat 205, kosa kata yang terdapat didalamnya (1) At-Tadarru’: menyatakan kerendahan diri, yakni kehinaan, kelemahan, dan ketundukan kepada Allah. (2). Al-Khiffah: dalam keadaan khawatir dan takut. (3). Duunal Jahri: Dzikir tanpa meninggikan suara yang melebihi suara orang berbisik dan merahasiakan sesuatu, yakni dzikir dengan suara pertengahan. (4). Al-Guduwwu: jama’ dari gadwah, yaitu saat shalat fajar sampai terbitnya matahari. Adapun untuk ayat yang terakhir ayat 206, kosa kata yang terdapat didalamnya adalah: (1). Yusabbihuunahuu: mensucikan Allah dari segala yang tidak patut bagi-Nya. (2). Yasjudun: mereka bersujud, maksudnya shalat.

B. Hukum yang Terkandung dalam Surat Al-A’raf ayat 204-206
Hukum-hukum yang terdapat dalam surah Al-A’raf diantaranya hukum larangan mengikuti perbuatan dan kebiasaan yang buruk, kewajiban ta’at akan segala aturan Allah SWT dan Rasul-Nya, bantahan terhadap orang-orang yang mengharamkan penggunaan perhiasan yang memang sudah Allah ciptakan untuk dianugrahkan kepada umat manusia, dan lain sebagainya. Adapun yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah mengenai hukum-hukum yang ada dalam kandungan surah Al-A’raf ayat 204-206.
1. Q.S. Al-A’raf:204
Dalam ayat 204, menjelaskan bahwa hukum mendengarkan Al-Qur’an dan diam ketika dibaca adalah wajib, baik ketika sholat maupun diluar sholat. Demikian menurut riwayat Hasan Al-Bashri. Hanya saja, kebanyakan hal itu dimasa Nabi saja, ketika Al-Qur’an itu dibacakan oleh Nabi karena merupakan penyampaian wahyu yang telah diturunkan kepadanya dan terkadang dalam rangka memberi nasihat atau bimbingan. Sedangkan masa setelah wafatnya Nabi, hanya diwajibkan dalam keadaan sedang shalat dan khutbah, karena inilah yang menjadi tujuan dan wajib dalam shalat. Apabila diwajibkan diluar sholat dan khutbah, maka akan terjadi kesulitan, karena akan menghentikan macam-macam kegiatan lainnya.
Adapun pembacaan al-Qur’an pada resepsi atau pertemuan pada umumnya, bila tidak mendengarkan dan sambil bercakap-cakap hukumnya haram, terutama membuat suara bising dekat si pembaca al-qur’an tersebut.
2. Q.S. Al-A’raf:205-206
Pada ayat 205, terdapat kata ad-dzikru yang artinya ingat dan sebut adalah berjalannya sesuatu apabila dia berada dibenak pikiran. Apabila zikir dilisan dan tidak terdengar orang maka ini disebut dzikir as-siir dan bila secara jahr/ keras maka disyaratkan tidak menganggu orang lain. Allah ta’ala menyuruh berdzikir pada pagi dan petang hari. Firman Allah Ta’ala” Dengan merendahkan diri dan rasa takut..” yakni sebutlah Tuhanmu didalam dirimu dengan rasa takut, dan dengan bersuara tanpa keras-keras. Oleh karena itu, Allah berfirman, “ dan tanpa mengeraskan suara.”
Dzikir dalam dua keadaan: pertama, dengan rendah hati yaitu Allah adalah sang pencipta yang harusdidzikirkan dengan dzikir rendah hati dan penuh sembah dihadapan-Nya. Kedua, dengan dzikir rasa takut terhadap kekuasaan Allah dan kebesaran-Nya, takut kepada azab dan hukumannya karena kurangnya amal ibadah untuk lebih merendahkan hati dihadapan Allah SWT.  Waktu yang terbaik untuk berdzikir adalah pada saat pagi dan petang, karena keduanya merupakan dua ujung siang. Dzikir ini terletak pada shalat Subuh dan Ashar yaitu dua sholat yang disaksikan para malaikat malam dan malaikat siang, lalu mempersaksikan dihadapan Allah apa yang mereka saksikan pada seorang hamba.
Selanjutnya didalam surah Al-A’raf ayat 206 terdapat hukum sunnah bersujud setelah membaca atau mendengarkan ayat-ayat sajdah. Selain itu, menurut sebagian Ulama’ melakukan sujud tilawah hukumnya wajib. Rasul mengajarkan bila menemui ayat sajdah dalam kitab suci Al-Qur’an, saat dibaca atau didengar maka kita harus menyambutnya sesempurna mungkin dengan cara bersujud yang diistilahkan dengan sujud tilawah.
Salah satu makhluk Allah yang mendapatkan keutamaan dan diciptakan khusus untuk bertasbih kepada-Nya serta tidak memiliki pekerjaan lain dikenal sebagai malaikat ‘allin. Sesunnggunya mereka yang berada disisi Tuhanmu yakni malaikat-malaikat-Nya (Tidaklah merasa enggan) tidak takabbur( untuk menyembah Allah dan mereka bertasbih kepada-Nya) menyucikan-Nya dai hal-hal yang tidak layak menjajdi sifat-Nya (dan hanya kepada-Nyalah mereka bersujud) mereka secara khusus tunduk dan bersujud hanya kepada-Nya, maka jadilah kamu sekalian seperti mereka.

C. Asbabun Nuzul Surah Al-A’raf ayat 204
Secara etimologis, kata sabab al-nuzul berarti sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Sebab turunnya ayat disini dimaksudkan sebab-sebab secara khusus yang berkaitan dengan turunnya ayat-ayat al-qur’an tertentu.  Menurut Subki Al-Saleh memberikan definisi asbab al-nuzul ialah sesuatu yang dengan sebabnya turunnya suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban terhadap sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab tersebut.
Dari penjelasan tersebut, dapat diambil pengertian bahwa sebab turunnya Al-Qur’an adakalanya berbentuk pertanyaan suatu ayat atau beberapa ayat, guna menerangkan hal yang berhubungan dengan peristiwa tertentu atau memberi jawaban terhadap pertanyaan tertentu. Berkaitan dengan penjelasan diatas, Al-QUR’an surah Al-A’raf ayat 204 mempunyai asbabun nuzul sebagai berikut:
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan lain-lain, yang bersumber dari Abu Hurairah ra. Bahwa turunnya ayat ini (al-a’raf: 204) berkenaan dengan orang-orang yang membaca al-qur’an dengan nyaring diwaktu shalat bermakmum kepada Nabi SAW. Ayat ini memerintahkan untuk selalu mendengarkan dan memperhatikan bacaan imam.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abu Hurairah ra. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abdullah Ibnu Mughaffal. Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Mas’ud. Bahwa ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang yang bercakap-cakap diwaktu shalat. Ayat ini melarang berbicara ketika dibacakan al-Qur’an.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Az-Zuhri bahwa ayat ini turun  berkenaan dengan seorang pemuda Anshar yang mengikuti bacaan ayat-ayat al-Qur’an yang dibacakan Rasulullah, sebelum beliau selesai membacanya. Ayat ini melarang mengganggu orang yang sedang membaca Al-Qur’an.
Diriwayatkan oleh Sa’id Ibnu Manshur didalam kitab sunan-nya, dari Abu Ma’mar yang bersumber dari Muhammad Ibn Ka’ab bahwa ketika para sahabat mendengar ayat Al-Qur’an dari Rasulullah SAW, merekapun mengulanginya sebelum Rasulullah selesai membacanya. Maka turunlah ayat ini (Al-A’raf: 204) yang memerintahkan untuk mendengarkan dan memperhatikan bacaan Al-Qur’an.














BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Surah Al-A’raf diturunkan sebelum surah Al-An’am dan merupakan surah ke-7 dalam urutan Al-qur’an. Terdiri dari 206 ayat dan tergolong surah makkiyah. Penamaan surah al-a’raf tersebut diambil dari kata Al-A’raf itu sendiri yang terdapat pada ayat ke-46 dalam surah tersebut. Kata al-a’raf bermakna tempat tertinggi yang berada pada batas antara surga dan neraka.
Hukum dalam surah al-a’raf salah satunya, dalam ayat 204 menjelaskan bahwa hukum mendengarkan Al-Qur’an dan diam ketika dibaca adalah wajib, baik ketika sholat maupun diluar sholat. Pada ayat 205, terdapat kata ad-dzikru yang artinya ingat dan sebut adalah berjalannya sesuatu apabila dia berada dibenak pikiran. Adapun didalam surah Al-A’raf ayat 206 terdapat hukum sunnah bersujud setelah membaca atau mendengarkan ayat-ayat sajdah. Selain itu, menurut sebagian Ulama’ melakukan sujud tilawah hukumnya wajib.
Asbabun nuzul dari surah al-a’raf ayat 204 ini adalah iriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan lain-lain, yang bersumber dari Abu Hurairah ra. Bahwa turunnya ayat ini (al-a’raf: 204) berkenaan dengan orang-orang yang membaca al-qur’an dengan nyaring diwaktu shalat bermakmum kepada Nabi SAW. Ayat ini memerintahkan untuk selalu mendengarkan dan memperhatikan bacaan imam. Diriwayatkan pula oleh Sa’id Ibnu Manshur didalam kitab sunan-nya, dari Abu Ma’mar yang bersumber dari Muhammad Ibn Ka’ab bahwa ketika para sahabat mendengar ayat Al-Qur’an dari Rasulullah SAW, merekapun mengulanginya sebelum Rasulullah selesai membacanya. Maka turunlah ayat ini (Al-A’raf: 204) yang memerintahkan untuk mendengarkan dan memperhatikan bacaan Al-Qur’an

B. Kritik dan Saran
Penulis menyadari bahwa masih ada banyak kerurangan dari makalah ini, baik dari segi materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kebaikan dimasa yang akan datang.
Bagi pembaca, alangkah baiknya membaca dan memahami tentang tafsir ayat-ayat al-quran dari berbagai referensi yang lain, agar pemahaman terhadap isi kandungan Al-Qur’an semakin meningkat dan dapat di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.



DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Agama RI Al-Qur’an dan tafsirnya. 2011. Jakarta: Widya Cahaya
Ahmad Mustafa al-Maragi, Mustafa Al-Babi Al- Halabi. Mesir. 1394/1974 M,  Tafsir Al-Maragi, Mesir
Sya’rawi, Syekh Muhammad Mutawalli. 2006.  Tafsir Sya’rawi Akhbar al-Yaum, Medan: Tim Terjemahan Safir Al-Azhar
Ahmad Syadili dan Ahmad Rofi’i. 2000.  Ulumul Qur’an I, Bandung: Pustaka setia
Imam Jalaluddin Al-Mahally dan As-Syuyuthi. 1995. Tafsir Jalalain,  Asbabun Nuzul Bandung, Sinar Baru Algelindo




Comments

Popular posts from this blog